PENDAHULUAN
Stamina merupakan salah satu factor penting
dalam menunjang prestasi atlet. Stamina atlet yang baik akan diperoleh apabila
mengonsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan baik pada saat latihan maupun pada
saat latihan.
Makalah pedoman gizi bagi perenang ini
ditujukan kepada para atlet yang bersangkutan juga ditujukan bagi para Pembina
olahraga, orang tua atlet dan pelatih olahraga khususnya olahraga renang agar
mereka dapat memahami peranan gizi untuk meningkatkan prestasi perenang.
Materi gizi yang terdapat pada makalah ini
menjelaskan pemenuhan gizi pada olahraga, pro-kontra carbohydrate loading,
kebutuhan protein untuk prestasi, penggunaan lemak dalam berolahraga, kebutuhan
air dan elektrolit dalam berolahraga, kebutuhan makanan sesudah dan sebelum
bertanding, dan memilih makanan yang tepat dalam perjalanan (travelling).
Dengan berpedoman pada hal-hal tersebut
diharapkan para perenang dapat memperoleh prestasi maksimal dan tentunya sangat
bergantung kepada peran orang tua perenang untuk terus-menerus melaksanakan dan
memantau kebutuhan dan perkembangan gizi bagi perenang.
Penganekaragaman makanan sehari dirumah juga
sangat menentukan terhadap selera (psykologis) perenang dimana kesalahan yang
sering terjadi adalah bukan kadar gizinya yang kurang tetapi selera makan si
perenang diakibatkan kurangnya penganakaragaman jenis makanan dan pola makan.
Unsur – unsur kimia yang diperlukan oleh
tubuh manusia, jumlahnya tidak kurang dari 40 macam semunya di penuhi
oleh keenam golongan makanan / nutrien ialah :
- Karbohidrat/hidrat arang
- Lemak
- Protein/putih telur
- Zat-zat mineral/garam-garam
- Vitamin-vitamin
- Air
Disamping keenam golongan zat makanan itu, zat
asam/oksigen (O2) diperlukan pula. Zat ini didapatkan dari udara sewaktu kita
bernafas.
Karbohidrat
Gula dalam darah
Glikogen nasi
glikogen otot
Asam
laktat
asam priyufat
Energ
siklus krebs
CO2
|
H2O
|
(prof. poerwo soedarmo & dr. A. djaeni
sediaoetama: 1987)
PEMBAHASAN
A. PENGATURAN
MAKAN PADA ATLET RENANG
Seorang atlet setiap hari harus memperhatikan
kondisi fisiknya agar dapat tampil secara prima dalam setiap pertandingan.
Dalam proses latihan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi dalam bidang
olahraga maka pengaturan makan yang optimal harus mendapat perhatian dari
setiap orang yang terlibat.
Pada periode persiapan di pemusatan latihan,
periode pertandingan maupun periode pemulihan makan pada atlet harus diatur
sedemikian rupa sehingga mampu meningkatkan kondisi fisik. Seorang atlet yang
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang secara terencana akan berada pada
status gizi baik dan mampu mempertahankan kondisi fisik secara prima.
Makanan yang memenuhi gizi seimbang memegang
peranan penting untuk atlet yang ingin berprestasi maksimal dalam suatu
pertandingan. Bahkan dengan kombinasi yang baik dari bakat atlet serta teknik
latihan dan pelatih terbaik, makanan yang tidak memenuhi syarat dan gizi tidak
seimbang tidak mungkin berprestasi secara maksimal.
Makanan dengan gizi seimbang adalah makanan
yang mengandung jumlah kalori dengan proporsi sebagai berikut:
60 – 70% karbohidrat;
10 – 15% protein;
20 – 25% lemak, serta;
cukup vitamin, mineral dan air.
Dalam pembinaan prestasi dikenal periodisasi
penyelengggaraan latihan sebagai berikut:
1. Periode persiapan pertandingan;
2. Periode pertandingan;
3. Periode pemulihan/transisi.
- 1. Periode Persiapan Pertandiangan
Sebelum mulai dengan latihan, atlet harus
berada dalam kondisi fisik yang baik. Oleh karena itu atlet dikembangkan
fisiknya agar siap menghadapi latihan berat dan intensif. Pada periode
persiapan, program-program latihan disusun dalam jadwal latihan harian sesuai
dengan “peak” [puncak prestasi] yang diharapkan.
Pada awalnya dikenal tahap persiapan umum
dimana dilakukan perbaikan keadaan umum kesehatan, status gizi dan semua unsur
kesegaran jasmani. Setelah tahap persiapan umum dilanjutkan dengan tahap
persiapan khusus. Pada tahap ini kondisi fisik tetap dipertahankan, latihan fisik
diarahkan pada pengembangan fisik disesuaikan dengan cabang olahraga yang
diikuti. Pada periode ini penyediaan makanan harus benar-benar dapat memenuhi
kuantitas dan kualitas gizi yang baik yaitu jumlah energi dan komposisi gizi
seimbang, karena pada masa ini status gizi dan kesehatan atlet harus berada
dalam kondisi yang baik.
Atlet dikondisikan pada pola makan yang baik.
Waktu makan utama dan makan selingan dibuat jadwal yang sesuai dengan jadwal
latihan agar tidak mengganggu latihan. Jadwal waktu makan yang sudah disepakati
harus ditaati oleh semua pihak yang terlibat. Pola makan 5-6 kali sehari dengan
3 kali waktu makan utama disertai selingan bisa digunakan oleh atlet selama di
pelatnas.
- 2. Periode Pertandingan
Memasuki tahap pertandingan baik kondisi fisik
dan mental sudah mencapai kondisi yang sebaik-baiknya. Pada masa pertandingan,
seluruh aktifitas atlet difokuskan pada kegiatan pertandingan yang tahapnya
dapat berlangsung satu hari sampai kegiatan beberapa hari berturut-turut.
- 3. Periode Pemulihan Atlet
Pada periode ini atlet harus tetap
mempersiapkan kondisi fisik secara prima dengan latihan-latihan yang sesuai.
Pengaturan makanan pada periode pemulihan ditujukan untuk mempertahanakan
status gizi. Makanan harus tetap memenuhi gizi seimbang [“well balance diet”].
Jumlah masukan makanan harus disesuaikan dengan aktifitas sehari-hari.
Makanan yang dikonsumsi atlet harus tetap
mengikuti pola makan seperti di pemusatan latihan. Pola makan 5 – 6 kali sehari
dengan tiga kali waktu makan utama dan jadwal waktu makan yang tepat harus
tetap dijalankan oleh atlet di tempatnya masing-masing. Pemantauan status gizi
secara rutin harus tetap dilaksanakan terutama untuk mengontrol berat badan.
Atlet harus melakukan penimbangan badan setiap hari untuk mengetahui keadaan
berat badan.
Periode pemulihan termasuk waktu diantara 2
pertandingan misalnya pukul 08.00 pagi atlet mengikuti renang 50 m gaya bebas,
kemudian pada pukul 10.00 mengikuti renang 100 m gaya kupu-kupu.
B.
Kebutuhan Energi
Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat
terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya
memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak
sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat
menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan.
Besarnya kebutuhan energi tergantung dari
energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan
memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut
yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA),
aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan.
- a. Basal Metabolisme
Metabolisme basal adalah banyaknya
energi yang dipakai untuk aktifitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani
dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh
berupa metabolisme makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut
jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh.
Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan
individu istirahat fisik dan mental yang sempurna. Pengukuran metabolisme
basal dilakukan dalam ruangan bersuhu nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam
(keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme basal ini tidak
benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata lebih rendah
dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-otot
terelaksasi lebih sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan
syarat standar yang telah diterima dan diketahui secara luas.
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi tubuh, faktor
pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau stres.
Orang dengan berat badan yang besar dan
proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding
dengan orang yang mempunyai berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang
besar. Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak
yang sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding dengan
orang yang mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit.
Metabolisme basal seorang laki-laki lebih
tinggi dibanding dengan wanita. Umur juga mempengaruhi metabolisme basal dimana
umur yang lebih muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang
lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat bertanding
menghasilkan metabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi
karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot
meningkat.
Tabel
1. BMR untuk laki-laki berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
|
Berat badan
(kg)
|
10 – 18 th
|
Energi(kalori)
18 – 30 th
|
30 – 60 th
|
Laki-laki
|
55
|
1625
|
1514
|
1499
|
60
|
1713
|
1589
|
1556
|
|
65
|
1801
|
1664
|
1613
|
|
70
|
1889
|
1739
|
1670
|
|
75
|
1977
|
1814
|
1727
|
|
80
|
2065
|
1889
|
1785
|
|
85
|
2154
|
1964
|
1842
|
|
90
|
2242
|
2039
|
1899
|
Tabel
2. BMR untuk perempuan berdasarkan berat badan
Jenis kelamin
|
Berat badan
(kg)
|
10 – 18 th
|
Energi(kalori)
18 – 30 th
|
30 – 60 th
|
Perempuan
|
40
|
1224
|
1075
|
1167
|
45
|
1291
|
1149
|
1207
|
|
50
|
1357
|
1223
|
1248
|
|
55
|
1424
|
1296
|
1288
|
|
60
|
1491
|
1370
|
1329
|
|
65
|
1557
|
1444
|
1369
|
|
70
|
1624
|
1516
|
1410
|
|
75
|
1691
|
1592
|
1450
|
- b. Specific Dynamic Action
Bila seseorang dalam keadaan basal
mengkonsumsi makanan maka akan terlihat peningkatan produksi panas. Produksi
panas yang meningkat dimulai satu jam setelah pemasukan makanan, mencapai
maksimum pada jam ketiga, dan dipertahankan diatas taraf basal selama 6 jam
atau lebih. Kenaikan produksi panas diatas metabolisme basal yang disebabkan
oleh makanan disebut specific dynamic action.
Specific dynamic action adalah penggunaan
energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri. Energi tersebut digunakan untuk
mengolah makanan dalam tubuh, yaitu pencernaan makanan, dan penyerapan zat
gizi, serta transportasi zat gizi.
Specific dynamic action dari tiap makanan atau
lebih tepatnya zat gizi berbeda-beda. Specific dynamic action untuk protein
berbeda dengan karbohidrat, demikian pula untuk lemak. Akan tetapi specific
dynamic action dari campuran makanan besarnya kira-kira 10% dari besarnya basal
metabolisme.
- c. Aktifitas fisik
Setiap aktifitas fisik memerlukan energi untuk
bergerak. Aktifitas fisik berupa aktifitas rutin sehari-hari, misalnya membaca,
pergi ke sekolah, bekerja sebagai karyawati kantor. Besarnya energi yang
digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas fisik.
Tabel 3 : Faktor
aktifitas fisik (perkalian dengan BMR)
Tingkat aktifitas
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Istirahat di tempat
tidur
|
1,2
|
1,2
|
Kerja sangat ringan
|
1,4
|
1,4
|
Kerja ringan
|
1,5
|
1,5
|
Kerja ringan –
sedang
|
1,7
|
1,6
|
Kerja sedang
|
1,8
|
1,7
|
Kerja berat
|
2,1
|
1,8
|
Kerja berat sekali
|
2,3
|
2,0
|
Setiap aktifitas olahraga memerlukan energi
untuk kontraksi otot. Olahraga dapat berupa olahraga aerobik maupun olahraga
anaerobik. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan
lamanya aktifitas olahraga.
Tabel 4.Kebutuhan
energi berdasarkan aktifitas olahraga (kal/mnt)
Aktifitas Olahraga
|
Berat
|
Badan
|
(kg)
|
|||
50
|
60
|
70
|
80
|
90
|
||
Renang : – gaya
bebas
|
8
|
10
|
11
|
12
|
14
|
|
- gaya punggung
|
9
|
10
|
12
|
13
|
15
|
|
- gaya dada
|
8
|
10
|
11
|
13
|
15
|
|
Pertumbuhan
Anak dan remaja mengalami pertumbuhan sehingga
memerlukan penambahan energi. Energi tambahan dibutuhkan untuk pertumbuhan
tulang baru dan jaringan tubuh.
Tabel 5. Kebutuhan
energi untuk pertumbuhan (kalori/hari)
Jenis kelamin anak
|
Umur
|
Tambahan energy
|
Anak laki-laki dan
|
10 – 14 tahun
|
2 kalori/kg berat
badan
|
Perempuan
|
15 tahun
|
1 kalori/kg berat
badan
|
16 – 18 tahun
|
0,5 kalori/kg berat
badan
|
- 1. Cara Menghitung Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi dapat dihitung berdasarkan
komponen-komponen penggunaan energi. Berdasarkan komponen-komponen tersebut,
terdapat 6 langkah dalam menghitung kebutuhan energi untuk setiap atlet.
Langkah 1
Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan
indeks massa tubuh (IMT) dan presentase lemak tubuh. Indeks massa tubuh
merupakan pembagian berat badan dalam kg oleh tinggi badan dalam satuan meter
dikwadratkan. Sedangkan presentase lemak tubuh yaitu perbandingan antara lemak
tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Pengukuran lemak tubuh dilakukan dengan
menggunakan alat skinfold caliper pada daerah trisep dan subskapula.
Langkah 2
Tentukan basal metabolic rate (BMR) yang
sesuai dengan jenis kelamin, umur dan berat badan. Caranya menentukan BMR
dengan melihat tabel 1 atau tabel 2.
Tambahkan BMR dengan specific dynamic action
(SDA) yang besarnya 10% BMR, BMR + SDA (10% BMR)
Langkah 3
Aktifitas fisik setiap hari ditentukan
tingkatnya. Kemudian, hitung besarnya energi untuk aktifitas fisik tersebut
(tanpa kegiatan olahraga). Pilihlah tingkat aktifitas fisik yang sesuai, baik
untuk perhitungan aktifitas total maupun perhitungan aktifitas fisik yang
terpisah dan jumlahkan. Gunakan
Langkah 4
Kalikan faktor aktifitas fisik dengan BMR yang
telah ditambah SDA
Langkah 5
Tentukan penggunaan energi sesuai dengan
latihan atau pertandingan olahraga dengan menggunakan tabel 4.
Kalikan jumlah jam yang digunakan untuk latihan per minggu dengan besar energi
yang dikeluarkan untuk aktifitas olahraga. Total energi yang didapatkan dari
perhitungan energi dalam seminggu, kemudian dibagi dengan 7 untuk mendapatkan
penggunaan energi yang dikeluarkan per hari. Tambahkan besarnya penggunaan
energi ini dengan besarnya energi yang didapatkan dari perhitunganlangkah 4.
Langkah 6
Apabila atlet tersebut masih dalam usia
pertumbuhan, maka tambahkan kebutuhan energi sesuai dengan tabel 5
(dr. achmad farich, MM )
2. Mekanisme
Penyediaan Dan Penggunaan Karbohidrat Selama Latihan
Produksi adenosine triphosphate (ATP) selama
kerja otot yang intensif tergantung dari ketersediaan glikogen otot dan glukosa
darah. Aktifitas fisik yang ringan mungkin dapat dihasilkan dengan sumber
karbohidrat yang rendah. Namun tidak mungkin memenuhi kebutuhan ATP dan untuk
mempertahankan tekanan kontraktil yang dibutuhkan otot untuk penampilan fisik
yang lebih tinggi jika sumber energi ini habis.
Jaringan otot merupakan simpanan glikogen yang
utama (400 g; 6,7 MJ), kemudian hati (70 g; 1,2 MJ) dan glukosa darah (2,5 g;
342 kJ). Jumlah ini dapat bervariasi diantara individu, dan tergantung faktor
seperti intake atau asupan makanan. Walaupun karbohidrat bukan satu-satunya
sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot
untuk aktifitas fisik yang tinggi.
Kandungan glikogen otot pada individu yang
tidak terlatih diperkirakan 70-110 mmol/kg berat otot. Di lain pihak atlet
endurance yang terlatih dengan diet campuran dengan istirahat sehari, mungkin
mempunyai kandungan glikogen otot 130-230 mmol/kg berat otot.
Penggunaan glikogen otot selama aktifitas
fisik dipengaruhi berbagai faktor, misalnya intensitas latihan (latihan dengan
intensitas tinggi, penggunaan glikogen meningkat), diet sebelum latihan
(semakin tinggi simpanan glikogen, semakin lama atlet dapat melakukan latihan).
Diet tinggi karbohidrat selama 3 hari menghasilkan simpanan glikogen sebanyak 200
mmol/kg berat otot, dengan lama latihan 170 menit.
Simpanan glikogen hati memainkan peranan yang
penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah selama masa istirahat
(diantara waktu makan utama) dan selama latihan. Kadar glikogen hati dapat
habis selama masa puasa yang lama (15 jam) dan dapat menyimpan 490 mmol
glikogen dengan diet campuran sampai 60 mmol glikogen dengan diet rendah
karbohidrat. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat dapat meningkatkan glikogen
kurang lebih 900 mmol. Namun karena simpanan glikogen hati ini sifatnya labil,
disarankan agar latihan yang lama dilakukan 1-4 jam setelah makan makanan
sumber karbohidrat yang terakhir. Jika latihan yang lama dilakukan pada pagi
hari setelah puasa semalam, maka diet tinggi karbohidrat harus dikonsumsi pada
tengah malam.
3. Faktor Yang
Mempengaruhi Simpanan Glikogen Otot
Jumlah karbohidrat
Berdasarkan berbagai penelitian terlihat bahwa
kecepatan simpanan glikogen yang maksimal terjadi ketika 0,7-1,0 g/kg BB
karbohidrat dikonsumsi setiap 2 jam pada tahap awal proses pemulihan, atau
total asupan karbohidrat 8-10 g/kg BB/24 jam. Jumlah karbohidrat ini dapat
digambarkan dengan asupan karbohidrat 500-800 g/hari untuk rata-rata atlit atau
dalam presentase 65-70% dari total energi untuk atlet dengan latihan yang
berat.
Besarnya pengosongan
glikogen
Kecepatan simpanan glikogen paling besar
terjadi pada jam-jam pertama masa pemulihan setelah latihan, ketika pengosongan
otot terjadi maksimal dibandingkan jika pengosongan otot hanya sedikit.
Waktu konsumsi karbohidrat
Kegagalan mengkonsumsi makanan sumber
karbohidrat segera pada tahap pemulihan akan menghambat penyimpanan glikogen.
Hal ini disebabkan kegagalan mengambil keuntungan waktu peningkatan sintesa
glikogen langsung setelah latihan dihentikan, serta karena penundaan penyediaan
makanan bagi sel otot. Hal ini penting ketika waktu antar latihan hanya 6-8
jam, namun sedikit efeknya jika waktu pemulihan lebih lama (24-48 jam). Sintesa
glikogen tidak dipengaruhi oleh frekuensi makan (porsi kecil tapi sering atau
porsi besar sekaligus). Atlet disarankan untuk memilih jadwal makan yang
praktis dan nyaman; porsi kecil tapi sering mungkin bermanfaat untuk mengatasi
problem makan makanan tinggi karbohidrat yang volumenya besar (“Bulky”).
Jenis karbohidrat
Pemberian makanan sumber glukosa dan sukrosa
setelah latihan yang lama menghasilkan pemulihan glikogen otot yang sama,
sedangkan fruktosa menghasilkan simpanan yang lebih rendah. Penelitian
menunjukkan pada 24 jam pertama karbohidrat sederhana dan komplek menghasilkan
simpanan glikogen yang sama, kemudian pada 24 jam berikutnya intake karbohidrat
komplek menghasilkan simpanan glikogen yang lebih banyak. Penelitian lain
memperlihatkan bahwa konsumsi karbohidrat sederhana akan meningkatkan simpanan
glikogen pada 6 jam setelah latihan. Sebagai tambahan penelitian oleh Burke
(1993) memperlihatkan bahwa diet dengan indeks glikemik yang tinggi akan
meningkatkan simpanan glikogen pada 24 jam pemulihan setelah latihan berat,
dibandingkan dengan pemberian diet dengan indeks glikemik yang rendah.
Klasifikasi karbohidrat sederhana dan komplek tidak sama dengan makanan yang
indeks glikemiknya tinggi dan rendah. Ada karbohidrat komplek yang indeks
glikemiknya tinggi misal kentang, roti. Dilain pihak karbohidrat sederhana
misal fruktosa indeks glikemiknya rendah. Pada prinsipnya simpanan glikogen
otot mencapai yang terbaik jika mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat yang
menghasilkan glukosa yang cukup cepat pada aliran darah.
4. Faktor Yang
Mempengaruhi Simpanan Glikogen Hati
Waktu makan makanan
sumber karbohidrat
Puasa semalam dapat menurunkan simpanan
glikogen hati dan mempengaruhi penampilan atlet jika latihan dilakukan dalam
waktu lama. Untuk menjamin tingginya simpanan glikogen hati untuk menjalani
latihan tsb, dianjurkan makanan terakhir dimakan tidak lebih dari 2-6 jam
sebelum latihan. Hal ini mungkin tidak praktis untuk atlet yang akan latihan
pada pagi dini hari. Pada kasus ini makanan terakhir yang dimakan malam
sebelumnya sebaiknya mengandung banyak karbohidrat.
Jenis karbohidrat
Konsumsi makanan yang mengandung fruktosa akan
meningkatkan kecepatan sintesa glikogen hati dibandingkan dengan glukosa. Oleh
karena itu untuk memaksimalkan simpanan glikogen hati, makanan yang tinggi
fruktosa (buah, jus buah) harus termasuk di dalam diet selama masa pemulihan.
5. Karbohidrat Dan
Persiapan Pertandingan
Pada jenis olahraga “Endurance” (daya tahan)
dengan intensitas yang tinggi seperti maraton, triatlon dan cross country
sangat membutuhkan simpanan glikogen daripada olahraga “Non-endurance” dimana
intensitasnya rendah, atau tinggi hanya untuk waktu yang pendek misalnya senam,
ski, lari jarak pendek, sepakbola, bolabasket.
Simpanan glikogen yang normal cukup atau
adekuat untuk olahraga non endurance. Hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi
secara teratur diet tinggi karbohidrat (7-10 g CHO/kg BB/hari atau 55-70% CHO
dari total energi), kemudian dilanjutkan mengurangi latihan dan meningkatkan
konsumsi karbohidrat 10 g/kg BB/hari 24-36 jam sebelum bertanding. Sayangnya
kebiasaan makan atlet tidak dapat memenuhi asupan CHO ini, sehingga simpanan
glikogen menjadi rendah.
Pada olahraga non endurance yang dapat
digambarkan dengan lama latihan terus menerus < 60-80 menit, simpanan
glikogen dapat dicapai dengan cara di atas. Namun untuk olahraga endurance
(>90 menit) dan ultra endurance (> 4 jam), simpanan glikogen yang normal
tidak akan memenuhi. Untuk mengatasi hal ini dikenal tehnik yang dinamakan
“Carbohydrate Loading” yang dapat meningkatkan simpanan glikogen 200-300%,
dimana kelelahan dapat ditunda dan penampilan atlet dapat ditingkatkan.
6. Glikogen Atau
Karbohidrat Loading
Cara yang asli
(Astrand’s carbohydrate loading)
- Tujuh hari sebelum bertanding dilakukan latihan yang berat (hari 1) untuk menghabiskan simpanan glikogen
- Kemudian pada hari ke 2-4 diberikan diet rendah karbohidrat tinggi protein dan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, namun mencegah pengisian glikogen
- Pada hari ke 5-7 sebelum bertanding diberi diet tinggi karbohidrat (70% dari total energi) untuk memaksimalkan glikogen ke dalam otot yang habis glikogennya. Pada masa ini latihan dikurangi untuk menurunkan penggunaan glikogen otot dan menjamin simpanan yang maksimal pada hari pertandingan (hari ke 8)
Cara ini dapat meningkatkan simpanan glikogen
dari kadar normal (80-100 mmol/kg BB) menjadi 200 mmol/kg BB. Manfaat dari
karbohidrat loading ini dapat menunda kelelahan (dikenal dengan istilah
“Hitting the wall” sampai 90-120 menit, dan dapat mencegah hipoglikemia
(dikenal dengan istilah “Bonking”
Kelemahan Cara
Karbohidrat Loading yang asli
Kenaikan BB mungkin terjadi pada fase diet
tinggi karbohidrat, sebesar 2,1-3,5 kg berasal dari kenaikan simpanan air
bersamaan dengan simpanan glikogen. Sementara ekstra glikogen dan air dapat
menghilangkan rasa letih dan kemungkinan dehidrasi selama pertandingan, juga
dapat menambah ekstra BB yang dapat mempengaruhi olahraga yang memperhatikan
kecepatan, kelenturan daripada daya tahan.
Fase diet rendah karbohidrat dapat memberi
efek samping seperti kelelahan, mual, ketosis, BB menurun, pengeluaran sodium
dan air meningkat. Untuk mengurangi efek samping ini maka dilakukan modifikasi
karbohidrat loading yang asli dengan menghilangkan fase diet rendah
karbohidrat.
Karbohidrat loading
yang dimodifikasi
Modifikasi karbohidrat loading dilakukan
dengan menghilangkan fase latihan yang berat serta pembatasan karbohidrat. Enam
(6) hari sebelum pertandingan, diberikan makanan dengan tinggi karbohidrat (70%
dari total energi) diikuti dengan jadwal latihan yang sedang selama 3 hari,
dilanjutkan 3 hari dengan latihan ringan. Kenaikan konsentrasi glikogen otot
diperoleh sebesar 130-205 mmol/kg BB dibandingkan dengan 80-212 mmol/kg BB
dengan cara Astrand. Selain itu penghilangan latihan yang keras serta
pembatasan karbohidrat, akan menurunkan resiko luka dan efek samping.
Atlet dan pelatih perlu memperhatikan
kebutuhan latihan dan diet untuk memaksimalkan karbohidrat loading. Sementara
kadar glikogen dapat ditingkatkan dalam waktu 24 jam dengan diet tinggi
karbohidrat (7-10 g/kg BB atau 70-85% dari total energi), diperlukan waktu 3 –
5 hari untuk mencapai kadar yang maksimal. Tiga (3) hari diet tinggi
karbohidrat umumnya dirasakan cukup untuk kompetisi dan juga untuk meminimalkan
lipogenesis.
Jenis karbohidrat yang dikonsumsi atlet pada
setiap kali makan utamanya harus berasal dari makanan sumber karbohidrat yang
bergizi, namun makanan tsb volumenya besar (bulky) sehingga dapat mempengaruhi
asupan yang adekuat atau meningkatkan frekuensi buang air besar. Penggunaan
gula dan bentuk karbohidrat lain yang padat dapat menjamin konsumsi energi dan
karbohidrat yang adekuat. Mengurangi jumlah serat atau pemberian makanan
cair mungkin dapat dilakukan.
(Didit Damayanti, M.Sc)
Kiat Dalam Penyediaan
Makanan Pada Saat Bertanding
Makanan yang dikonsumsi selain memenuhi syarat
gizi, sebaiknya sudah dikenal atlet. Makanan harus mempunyai nilai psikologis
yang tinggi sehingga terciptalah semboyan “eat to win”. Atlet
sebaiknya memiliki makanan yang sudah familier dan mudah dicerna.
Tujuan utama pemberian makanan pada atlet
sebelum pertandingan adalah untuk mempersiapkan atlet agar mendapatkan energi
yang adequat dan hidrasi yang optimal. Puasa sebelum pertandingan tidak
diperbolehkan karena secara fisiologis tidak masuk akal oleh karena makanan
dibutuhkan untuk mengganti glikogen.
Pemberian makanan diatur sedemikian rupa
sehinggga sebelum pertandingan dimulai proses pencernaan makanan sudah selesai.
Hal ini penting oleh karena pada saat pertandingan aliran darah terkonsentrasi
menuju ke otot untuk menyalurkan zat gizi dan oksigen yang dibutuhkan pada saat
otot berkontraksi. Atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan lengkap yang terakhir
kira-kira 3 – 4 jam sebelum bertanding. Tenggang waktu ini tidak boleh sampai
menimbulkan penurunan kadar gula darah atau menimbulkan rasa lapar sawaktu
pertandingan. Namun waktu makan yang terakhir ini juga harus disesuaikan dengan
kebiasaan makan atlet.
Makanan tidak boleh merangsang atau
menyebabkan masalah yang tidak baik pada saluran pencernaan. Makanan harus
lebih banyak mengandung karbohidrat kompleks, rendah lemak dan protein, cukup
vitamin dan mineral serta cukup air. Hindari makanan yang banyak mengandung
lemak dan protein karena makanan tersebut lebih lama dicerna sehingga kedua zat
ini, lemak dan protein, tidak memberi kontribusi sebagai cadangan glikogen otot
dan hati yang dibutuhkan saat pertandingan.
Kurang lebih satu jam menjelang pertandingan,
atlet harus menghindari minuman yang banyak mengandung gula [manis sekali].
Pemberian satu gelas [200 cc] air putih yang ditambah satu sendok teh [5 gr]
gula diperbolehkan oleh karena konsentrasi minuman tersebut tidak melebihi
2,5%.pemberian minuman manis yang melebihi konsentrasi gula 2,5% dapat
menimbulkan peningkatan gula darah yang akan merangsang produksi hormon
insulin. Peningakatan hormon insulin ini dpat menyebabkan terjadinya
hipoglikemi [“reactive hypoglycemia”]. Keadaan ini dapat terjadi pada saat
atlet sedang bertanding dengan gejala-gejala pusing, mual dan muntah sampai
kolaps.
Minum air sebanyak 150 – 250 cc, pada waktu 30
– 60 menit sebelum pertandingan dan saat istirahat diantara pertandingan sangat
dianjurkan.
Minuman yang mengandung kalori, vitamin,
mineral dan elektrolit yang terlarut didalamnya bermanfaat untuk menghindari
terjadinya dehidrasi serta dapat mengganti zat gizi yang terpakai.
Pemberian cairan selama pertandingan sangat
penting untuk mempertahankan status dehidrasi atau menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit. Atlet setiap kali harus mengambil kesempatan minum minuman yang
telah tersedia. Kesempatan minum jangan menunggu sampai terjadi rasa haus oleh
karena pada waktu terasa haus ini sudah menunjukkan adanya dehidrasi awal. Rasa
haus bukan indikator yang efektif untuk menilai kebutuhan air atlet selama
latihan dan pertandingan. Atlet harus ditekankan kesadarannya akan kebutuhan
air yang banyak dalam setiap kesempatan. Minum sebaiknya dilakukan secara
teratur
setiap 10 – 15 menit sebanyak 150 – 250 cc air
dingin 10o C. Pada olahraga endurans sangat penting
diperhatikan adalah mengganti keringat yang terbuang akan semakin banyak
apabila pertandingan olahraga endurans dilaksanakan pada lingkungan sangat
panas.
Pada olahraga endurans yang sangat lama [lebih
dari 2 jam] pemberian cairan harus mengandung karbohidrat dan elektrolit. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiponatremia.
Pemberian karbohidrat pada saat bertanding dengan cara suplemen makanan
bertujuan untuk mencegah terjadinya hipoglikemi, mencegah kelelahan dan untuk
mempertahankan daya kerja otot. Pemberian suplemen makanan karbohidrat bisa
berupa cairan ataupun padat tergantung kesukaan atlet dan jenis olahraganya.
Makanan padat yang tinggi karbohidrat kompleks dan rendah serat, misalnya buah
pisang dapat diberikan pada atlet.
Segera setelah bertanding, pemberian makanan
dan minuman ditujukan terutama untuk memulihkan cadangan glikogen serta
mengganti cairan, vitamin, mineral dan elektrolit yang terpakai selama
pertandingan. Pemberian makanan setelah pertandingan harus memperhatikan
keadaan atlet. Sering terjadi bahwa nafsu makan dari sebagian besar atlet
berkurang. Untuk itu segera setelah pertandingan, atlet harus minum air dingin
[suhu 10o C] sebanyak 1 – 2 gelas. Kemudian atlet dianjurkan
untuk minum berupa cairan yang mengandung karbohidrat, vitamin, mineral dan
elektrolit secara kontinyu dengan intrerval waktu tertentu sampai terjadi
hidrasi. Pada keadaan ini dapat diberikan minuman berupa jus buah-buahan dan
sayuran. Setelah keletihan dari atlet tersebut berkurang, kira-kira 4 jam
setelah pertandingan, dapat diberikan secara berangsur-angsur makanan lengkap
biasa seperti sebelum pertandingan dilaksanakan.
Pola hidangan yang dapat dikonsumsi atlet
sesaat menjelang pertandingan adalah sebagai berikut:
- 3 – 4 jam sebelum bertanding, makanan lengkap biasa, misalnya nasi dengan lauk-pauk.
- 2 – 3 jam sebelum bertanding sebaiknya dalam bentuk makanan kecil, misalnya roti [kurang dari 500 kalori].
- 1 – 2 jam sebelum bertanding, makanan cair berupa jus buah diberikan kepada atlet.
- 30 – 60 menit sebelum bertanding, atlet hanya boleh diberi minuman cair saja.
(DR. dr. zainal abidin)
KESIMPULAN
Olahraga renang merupakan olahraga aerobic
karena dalam renang memerlukan waktu yang relative lama. Aerobic yaitu dalam
system energinya memerlukan oksigen. Dan karbohidrat sangatlah penting bagi
sumber energy atau dapat dikatakan sumber energy yang utama adalah karbohidrat.
Yang dapat diperoleh dari makanan seperti nasi, ketela, kentang dll. Jika dalam
tubuh kekurangan karbohidrat maka lemaklah yang menjadi sumber energy terbesar,
begitupun sebaliknya jika kelebihan karbohidrat maka akan disimpan dalam bentuk
lemak yang akan dapat dipergunakan saat tubuh kekurangan karbohidrat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar